Diatas langit ada langit, yang namanya manusia memang enggak ada puasnya. Biasanya orang awam akan mencibir kepada biker yang menghabiskan uang untuk motor besar/ moge. Umumnya cibirannya sih begini :
“Ah ngapain beli motor ratusan juta, toh masih kehujanan juga?”
“Mendingan gue beli mobil, lebay deh beli moge, sayang amat duitnya?”
Celaan seperti ini yang biasa kita dengarkan. Tapi dibalik itu, apakah benar semua yang dicibirkan?
Seribu sayang kebanyakan bikers Indonesia juga masih belum mengerti konsep bikers sejati itu apa. Jadinya banyak kasus yang sering dicap oknum geng motor merusak ketertiban hingga menganggu keamanan rakyat. Kalau begini, apa mereka pantas disebut sebagai bikers? Karena bikers adalah sekumpulan hobbyist pencinta kendaraan roda dua yang menjunjung tinggi persaudaraan dan safety riding. Tapi disini saya enggak mau omongin geng motor kok, only trying to prove a point.
Kembali ke masalah moge, rasa penasaran saya sebagai seorang bikers akan power besar baru saja tertebus akhir-akhir ini.
Sebuah moge akhirnya bisa saya tebus dan sekarang terparkir dengan cantik di garasi saya bareng dengan Ninja 250R. Awalnya sih enggak terlalu sengaja. Semuanya karena iseng browsing di kaskus.
Di FJB roda dua kaskus yang sangat tersohor itu, saya menemukan sebuah thread brother kita menjual Yamaha R1 tahun 2005 berwarna putih. Fotonya pun sederhana. Fotonya tidak besar, hanya saja R1 terlihat sangat kecil dan tidak begitu jelas. Walaupun motor terlihat kecil, warna putih dan merahnya membuat saya sangat penasaran. Iseng-iseng sayapun menelpon.
Ternyata pemiliknya berada di bogor. Sayapun yang penasaran minta dikirimkan foto yang lebih detail. Tidak lama kemudian fotonyapun dikirim. Wah kok makin penasaran karena yang saya lihat difoto bagus sekali. Tapi lihat foto dan asli beda kan?
Kita sampai bogor sekitar pukul 4 sore. Kita janjian di McDonalds tajur. Sebuah Ninja 250R merah menjemput kami ke cafe pemilik motor R1 yang diparkir diluar cafe. Sayapun bilang begini dengan Andy, “Ndy, inget ya kita kan cuma jalan-jalan nih, kalau motornya jelek gapapa ya?” Andypun menjawab, “Iya lah, belom tentu bagus kok, santai aja, kalo jelek ya gapapa namanya juga cari pengalaman”
Mobil kamipun masuk ke pekarangan cafe tersebut, pada saat mobil kami masuk, kami melihat sebuah motor 1000 cc yang sangat gagah, cantik, dan sangat bersih. Kamipun mengumpat bareng (masih didalam mobil), “Anjirrrrr kerennn bangettt ndy kacaaauuu…” sambil tertawa, senang tapi stress disaat yang bersamaan.
Ternyata jauh-jauh begini, kami dapat melihat sebuah motor yang keren. R1 2005 ini walaupun sudah jauh jarak tempuhnya, tetapi rapi jali dan bersih sempurna. Dibalut dengan ban battax baru, motor putih ini terparkir dengan gagahnya disamping cafe tersebut.
Kamipun seakan-akan ingin menghentikan mobil saat itu juga, berhubung gengsi, so kita parkir dulu, dengan deg degan tentu saja. Kamipun turun dari mobil.
Saya tidak ketemu dengan pemilik motor hari itu. Rider Ninja Merah yang menjemput kami ini hanya teman yang empunya cafe/ motor. Sayapun ditunjukkan STNK motor tersebut, ok STNKnya. Saya juga dijelaskan kalau motor ini sudah banyak diganti part baru, maklum umurnya sudah 5 tahun, jadi banyak part fast moving yang harus diganti. Katanya sih yang sudah diganti antara lain: ban, kanvas rem depan belakang, oli, set kopling, dan aki. Berhubung yang dibeli adalah part R1, lumayan banget jumlah modalnya.
Dasar apes, hari itu kita tidak bisa mendengarkan suaranya karena kuncinya dibawa oleh empunya motor yang hari itu sedang ke Gunung Salak. Kitapun pulang dengan sedikit kecewa. Tapi bisa dibilang lebih banyak happynya sih, karena kita jadi tahu banyak mengenai moge. Andy yang memang sudah ingin membeli moge duluan dari saya, terlihat lebih semangat. Menurut dia R1nya OK banget, dan pantas untuk ditengok weekend depannya untuk mendengar suaranya.
Sampai rumah, hati benar-benar tidak tenang. Rasa penasaran sangat menghantui. Selang seminggu itupun saya gunakan untuk mencari tahu banyak tentang moge. Mengenai surat, spare part, komunitas, hingga harga pasaran Yamaha R1 yang sesuai dengan kondisi barang. Setelah puas bertanya dengan banyak teman, di akhir minggu saya datang lagi dengan Andy.
Akhirnya ketemu hari sabtu lagi. Minggu itu terasa lamaaaa sekali. Dan yang paling lebay, rasa penasaran terhadap Yamaha R1 putih ini, sampai membuat bangun di malam hari, hanya untuk browsing informasi mengenai R1 di forum luar dan dalam negeri. Mungkin minggu itu saya membuka semua halaman di bursa moge, yang membuat saya tahu semua moge sport yang sedang dipasarkan. Tetap saja tidak ketemu yang lebih aduhai dibanding white knight. Saya sempat dikasi saran oleh teman-teman di BB Group VGI Bikers untuk buka showroom moge karena info pasaran bekas yang sangat lengkap di ingatan saya. Ah, andai saja mereka tahu kenapa saya jadi banyak info, hehehe… sekarang mereka baru tahu sepertinya.
Sampai bogor, saya membawa helm dan menggunakan tshirt tangan panjang dan sarung tangan. Kali ini saya ketemu dengan pemiliknya. Ternyata 2 orang yang punya. Seorang dokter gigi dan juragan pengrajin. Kali ini saya langsung minta ijin menyalakan mesin dan mencoba. Lagi-lagi ada masalah, kali ini motornya tidak menyala karena akinya mati. Aki memang baru tetapi katanya salah beli. Untuk mencoba, motor harus didorong.
Motor 200 kg ini pun turun dari paddocknya yang lebih besar dari paddock Ninja dirumah. Dengan didorong 2 orang, the white knight lives. Suara 1000cc 4 silinder memenuhi udara pagi itu. Sejuk, berwibawa, dan terasa sangat powerful, tanpa bikin sakit telinga. Tanganpun terasa gatal ingin mencoba. Ada rasa takut dan penasaran jadi satu. Tapi sudah dua kali bolak balik bogor, masa mundur? Sayapun minta ijin untuk riding sebentar.
Motorpun dinaikkan paddock kembali. Lalu giliran saya yang naik. Pak Dokter langsung bilang kesaya, “Mas, gasnya hati-hati ya, jangan kayak ngurut Ninja, ini tenaganya besar sekali. Pelan saja…”
Saya langsung mengikut saran pak Dokter tersebut, ternyata benar. Tenaga yang keluar memang lebih 4x motor yang biasa saya gunakan. Sedikit pelintir saja, badan saya seperti tertarik traktor, kuat bertenaga sekali motor ini. Salah pelintir, bisa-bisa motor ini wheelie!
Karena aki motor ini sedang mati, saya sangat berhati hati membawa motor ini keluar komplek. Kalau sampai mati, saya harus dorong motor 200 kg ini sendiri. Berhubung jalannya kurang bagus, saya jadi menunggu keluar komplek baru bisa plintir gas. Setelah bersabar 5 menit, saya mendapat jalan yang lumayan kosong.
Kesempatan nih, langsung deh saya buka gas perlahan, RPM tinggi, lalu saya ganti gigi 2. Tidak terasa hanya dibawa 4 detik speedo sudah di angka 100 kmph. Luar biasa! Takut, senang, excitement, semua jadi satu, “MAINAN BARU NIH! GUE MUSTI PUNYA!” teriak hati saya. Tidak jauh kemudian sayapun memutar dari kembali ke cafe. Pada saat memutar, saya merasa semua mata yang ada di jalan melihat ke motor ini. Udah kayak artis saja, dulu memang pakai Ninja 250 kurang lebih seperti ini, tapi sekarang sudah tidak. Naik R1 benar-benar serasa jadi Ariel, sebelum kejadian video tentunya.
Saya pun hanya butuh waktu 5 menit sampai di cafe untuk mengambil keputusan membeli motor ini. Dengan negosiasi yang baik, saya menaruh DP dengan perjanjian melunasi pada saat motornya sudah dilengkapi dengan aki yang normal. Sayapun pulang dengan hati nelangsa. Impian punya moge sebentar lagi tercapai….
Selang seminggu, si putih masih belum beres. Ternyata malah ada masalah baru, aki yang dibelikan belum bisa membuat si putih nyala lagi. Selidik punya selidik, ternyata masalah ada di dynamo starter.
Untung saja yang menjual motor ini orangnya tanggung jawab banget. Part R1 yang rusak bukannya diservice, tetapi diganti. Part diimpor dari singapore yang katanya akan datang dalam beberapa hari. Jadi saya akhirnya memilih menunggu.
Besoknya saya mendapat kabar kalau dynamo baru sudah terpasang dan R1 sudah diservice ulang serta sudah ganti oli. Motor sudah siap diambil. Sayapun tidak lagi membuang waktu. Besoknya hari senin, saya ditemani dengan supir berangkat ke Bogor naik mobil sekitar jam 8 malam. Sampai di Bogor sekitar pukul 21.
Setelah transaksi lewat internet banking, saya yang membawa gir lengkap langsung membawa R1 tersebut untuk riding ke Jakarta. Sebenarnya nekat sih, belum pernah bawa moge tetapi berani langsung touring dengan motor 1000cc. Jangan ditiru ya guys, ini orang ngebet soalnya, maklum deh.
Pak dokter juga mempertanyakan niat saya ini, dia bilang, “bahaya loh mas kelly, sebaiknya di gendong saja”. Tetapi saya yang sudah fired up benar benar penasaran untuk membawa monster putih kembali ke Jakarta dengan mengendarai langsung.
Saya nekat juga ada sebabnya sih, karena saya membaca satu alinea menarik di majalah Performance Bikes bulan Juni kemarin yang membuat headline cukup besar ; “There’s nothing like a long ride to know your new bike”. Atas dasar kalimat itulah saya ingin “kenalan” dengan motor baru saya yang membuat saya berani membawanya langsung dari Bogor ke Jakarta di malam hari. Kenapa malam, karena saya pikir siang hari pasti macet dan panas, saya enggak mungkin kuat.
Sudah kenyang, saya langsung tarik gas menuju Jakarta. Waktu menunjukkan pukul 22:30. Jalan tajur Bogor yang kosong di Senin malam tersebut memang kayak surga saja. Long, empty and clean roads memang impian bikers, yang hanya bisa dinikmati malam hari. Setelah memilih, saya mengambil jalur parung yang katanya jalannya sudah bagus dan tidak ada lampu merah. Setelah mengucapkan Bismillah, saya jalan dari MCD.
Motor terasa besar sekali bagi saya yang biasa naik Ninja 250. Posisi riding mengingatkan saya dengan test Megelli tahun lalu dirumah Nico, bokong agak naik, dan posisi badan menunduk, hanya saja motor ini jauh lebih besar dari ukuran ataupun tenaganya.
Posisi riding R1 tidak terlalu menunduk seperti saya mencoba Ducati 748 milik teman saya dulu. Karena badan saya cukup tinggi dan besar, tidak ada masalah berarti untuk saya menaikkan motor besar ini.
Lagi-lagi saya sangat berhati-hati untuk melintir gas karena tenaga motor ini besar sekali. Pada saat saya tarik, terasa badan saya seperti ditarik dengan kencang. Maklum saja karena belum biasa, setelah beberapa puluh km, saya baru menyadari posisi ideal pada saat tarik gas adalah menunduk seperti balapan di MotoGP.
Jalan menuju Parung di malam hari benar-benar gelap. Jalan tidak terlihat dan saya benar-benar membuka mata lebar-lebar. Konsentrasi penuh, karena motor yang lebih 200kg ini kalau salah menikung, bisa jatuh karena keseimbangannya yang saya masih belum terbiasa.
Tetapi karena jalan kosong dan panjang, saya tidak sempat khawatir karena sedang fly di langit yang ke 7. Masalah kekurangan power sudah menjadi masalah yesterday. Yang ada di tangan saya adalah sebuah motor super dengan tenaga 180 hp di kondisi standard dan bisa lari 100kmph hanya dengan gigi satu.
Seperti anak-anak yang memiliki mainan baru, saya teriak-teriak dijalanan karena kesenangan dan tertawa keras seperti penjahat yang baru saja mengalahkan jagoan. Impian tercapai sudah, saya punya moge dan sekarang mengarungi malam untuk mencapai Jakarta dengan kecepatan tinggi dan kibasan angin malam yang sangat sejuk.
Jalan Parung yang belum seluruhnya selesai terdapat beberapa bagian yang sangat membahayakan. Pas sebelum pasar Parung, ada sebuah gundukan yang cukup tinggi dan berbatu. Saya yang lari sekitar 100 km melihat gundukan tersebut dan mengurangi kecepatan dan mengambil keputusan untuk melewati gundukan batu tersebut. Pada saat saya melewati gundukan, roda belakang R1 bergeser ke kanan dan hampir saja saya kehilangan keseimbangan. Alhamdulillah saya tidak sampai jatuh. Walaupun demikian, keringat dingin mengalir di dahi dan saya bertekad untuk lebih konsentrasi, karena jalan masih cukup jauh.
Sempat salah belok menuju arah Gunung Salak, saya kembali ke arah Jakarta. Malam itu, saya merasa tidak ada yang berani “menganggu” motor baru saya ini. Kebanyakan orang memberikan jalan karena ingin curi pandang. Sayapun melengang kangkung dengan cukup menyenangkan.
Dengan tenaga yang sangat besar, saya seakan-akan tidak takut untuk menyalip kendaraan didepan, karena perhitungan bisa dilakukan dengan cepat. Saya lari di kecepatan rata-rata 80-100kmph.
Dengan sekali-sekali tarik gas di gigi 2 dengan kecepatan maksimal 130 kmph. Masih ada 4 gigi yang tersisa. Saya berpikir entah kapan bisa mencoba max speed motor ini yang 300 kmph ya?
50 km sudah lewat dari awal perjalanan di Bogor, tangan saya sudah mulai gemetaran menahan stang dan bobot motor yang cukup berat. Di Ciputat saya ada niatan untuk berhenti mengambil napas, tetapi saya urung niat saya ini karena belum ketemu lokasi berhenti yang ideal. Saya terpikir Shell arteri Pondok Indah adalah lokasi yang pas, sekalian mengukur penggunaan bensin motor ini.
Masuk jalan Pondok Indah, lampu terang menyinari jalan sehingga saya berani buka gas. Kali ini saya dapat gigi 3 (sepanjang jalan hanya gigi 2), dan saya menunduk untuk mencoba akselerasi. Motor hampir mencapai 160 di gigi 3 dan saya urungkan niat saya untuk lebih cepat, karena saya merasa letih sekali. Selain itu masih ada beberapa mobil dan motor yang jalan malam itu.
Setelah 1 jam riding, saya stop di Shell arteri Pondok Indah. Saya berhenti dan membuka jaket. Badan saya penuh dengan keringat bagaikan mandi. Keringat bukan hanya karena panas menjapit mesin 1000cc di paha, melainkan karena adrenalin, letih, rasa takut dan senang semua lebur menjadi satu. Sayapun duduk sebentar. Badan saya terasa masih bergetar karena adrenalin…
Setelah 10 menit saya baru bisa nafas normal kembali, saya berdiri dan mendorong motor untuk mengisi bensin. Tadi berangkat dari Bogor, tangki motor full. Saat saya mengisi di Shell, trip A yang sudah direset menujukkan 70km. Bensin diisi sebanyak 4 liter. Dengan demikian, motor ini menghabiskan rata-rata 17 km untuk 1 km untuk luar kota. Lebih irit dari perkiraan saya ternyata.
Setelah mengisi angin yang ternyata kurang banget, saya ngebut pulang ke kemanggisan. Di Syahdan yang masih cukup ramai, saya lagi-lagi merasa seperti artis pulang malam. Saya merasa banyak sekali yang memandang motor baru saya ini, apalagi security komplek rumah saya yang tidak memandang saya tetapi hanya memandang motor pada saat saya masuk komplek.
Sampai rumah saya taruh motor didepan, dan saya duduk termenung beberapa lama. Saya hanya memandangi motor ini dari dekat sambil minum air putih. Saya benar benar bersyukur telah mencapai impian banyak biker diumur yang dibilang cukup muda. Bukannya apa-apa, saya pernah diberi masukan oleh empunya Hobby Motor di arteri pondok Indah, kalau untuk membeli sebuah motor besar, sebaiknya dilakukan sebelum tua, karena kalau sudah tua tidak mungkin bisa menikmati motornya, apalagi motor “nunduk” seperti Yamaha R1.
Saya sangat bersyukur saya bisa memiliki motor ini sekarang. Semoga saja saya bisa menguasai motor ini secara 100 persen kelak. Sementara itu, bagi saya tidak ada satu hari lewat sejak saya membeli motor ini, tanpa secangkir kopi di pagi hari, selembar koran, dan pemandangan sebuah super bike 1000cc berwarna putih yang nangkring dengan gagah di hadapan saya. Life is just beautiful!
No comments:
Post a Comment